Kamis, 08 Februari 2018

# Catatan

Catatan 2


Gabion yang susah payah mencegah masuknya air dan tanah. Tiba-tiba berceceran saat air mulai bertingkah abnormal. Disebut-sebut sebagai kamuflase, namun seyakinnya itu adalah kebenaran. Selangkah lagi menjadi absolut dan susah dikendalikan.

Itulah perasaan saya ketika sebuah tatapan tiba-tiba menyita perhatian. Di tengah lara kala itu. Saya menyempatkan mencari seorang pelarian. Dan orang itu dia. Si tatapan tajam yang jarang sekali terdengar kicauannya. Sosok misterius yang jadi perebutan saya dengan teman saya.

Parasnya rupawan, namun begitu sulit untuk digenggam. Orang itu jarang menyita perhatian. Juga selalu tak kedengaran, ia bergerak seolah dunianya hanya di dalam lingkupnya saja. Tak tau ada dunia lain sedang mengamati sambil berangan juga berandai. Dunia saya terfokus pada dirinya, sedangkan soal dunianya, saya sama sekali tak mengetahui apa-apa.

Mendengar suara ketika ia bicara pun tak pernah. Apalagi bersenda gurau bersama. Ketidakmungkinan di saat fisik saya tak seberapa dibanding dirinya. Bisa dibayangkan antara pangeran dengan rakyat jelata. Sampai manapun hasta menjadi nomer pertama.

Kala itu seperti biasa saya mencari celah memperhatikan dirinya. Dari sekian banyak waktu yang dihabiskan untuk memperhatikannya, baru kala itu dirinya  berbalik melempar tatapan pada saya. Saya sama sekali tak tahu arti tatapan itu. Saya segera membanting setir pandangan.

Mulai saat itu, perasaan ini semakin menggebu-gebu saat indra penglihat, pendengar, hingga pencium menyadari adanya sosok si misterius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar